Tuesday, October 13, 2015

MAKALAH KOROSI

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
      Korosi adalah kerusakan atau degradasi logam akibat reaksi redoks antara suatu logam dengan berbagai zat di lingkungannya yang menghasilkan senyawa-senyawa yang tidak dikehendaki. Dalam bahasa sehari-hari, korosi disebut perkaratan. Contoh korosi yang paling lazim adalah perkaratan besi.
      Dalam  kehidupan sehari-hari, korosi dapat kita jumpai terjadi pada berbagai jenis logam. Bangunan-bangunan maupun peralatan elektronik yang memakai komponen logam seperti seng, tembaga, besi baja, dan sebagainya semuanya dapat terserang oleh korosi ini. Selain pada perkakas logam ukuran besar, korosi ternyata juga mampu menyerang logam pada komponen-komponen renik peralatan elektronik, mulai dari jam digital hingga komputer serta peralatan canggih lainnya yang digunakan dalam berbagai aktivitas umat manusia, baik dalam kegiatan industri maupun di dalam rumah tangga.
      Korosi merupakan salah satu masalah utama dalam dunia industri. Tentunya karena korosi menyebabkan kegagalan pada material yang berujung pada kerusakan pada peralatan atau kegagalan pada operasi yang menimbulkan kerugian yang tidak sedikit.
            Besi adalah salah satu dari banyak logam yang penggunaannya sangat banyak dalam kehidupan sehari-hari. Namun kekurangan dari logam yang sifatnya sangat mudah mengalami korosi.
 Ada tiga elemen yang diperlukan sehingga reaksi korosi dapat berlangsung yaitu :
1.      Elektronik
2.      Elektroda
3.      Larutan elektrolit     
1.2  Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Menguraikan lebih lanjut tentang penyebabab korosi dan jenis-jenis korosi.
2.  Mengidentifikasi cara pencegahan dari proses korosi.
3.  Menjelaskan mengapa logam dapat terkorosi.


1.3  Manfaat
 1. Memberikan bekal pengetahuan agar dapat mengetahui mengenai korosi cracking                dan pitting.
 2.  Agar pemakalah dan pembaca dapat menambah wawasannya mengenai proses     korosi dan cara pencegahan korosi. 
3. Menambah wawasan tentang ruang lingkup korosi cracking dan pitting.

1.4 Perumusan Masalah
      1. Apa pengertian korosi cracking dan korosi pitting?
      2. Apa penyebab terjadinya korosi cracking dan korosi pitting?
     
3. Apa dampak yang ditimbulkan dari korosi cracking dan korosi pitting?
      
4. Bagaimana cara pencegahan terjadinya sebuah korosi cracking dan korosi pitting?









BAB II
TINJAUN PUSTAKA
2.1 Pengertian Korosi
            Korosi adalah kerusakan atau degradasi logam akibat reaksi redoks antara suatu logam dengan berbagai zat di lingkungannya yang menghasilkan senyawa-senyawa yang tidak dikehendaki. Dalam bahasa sehari-hari, korosi disebut perkaratan. Contoh korosi yang paling lazim adalah perkaratan besi.
Pada peristiwa korosi, logam mengalami oksidasi, sedangkan oksigen (udara) mengalami reduksi. Karat logam umumnya adalah berupa oksida atau karbonat. Rumus kimia karat besi adalah Fe2O3.nH2O, suatu zat padat yang berwarna coklat-merah.
Korosi merupakan proses elektrokimia. Pada korosi besi, bagian tertentu dari besi itu berlaku sebagai anode, di mana besi mengalami oksidasi.
Fe(s) <--> Fe2+(aq) + 2e
Elektron yang dibebaskan di anode mengalir ke bagian lain dari besi itu yang bertindak sebagai katode, di mana oksigen tereduksi.
O2(g) + 4H+(aq) + 4e <--> 2H2O(l)
atau
O2(g) + 2H2O(l) + 4e <--> 4OH-(aq)
Ion besi(II) yang terbentuk pada anode selanjutnya teroksidasi membentuk ion besi(III) yang kemudian membentuk senyawa oksida terhidrasi, yaitu karat besi. Mengenai bagian mana dari besi itu yang bertindak sebagai anode dan bagian mana yang bertindak sebagai katode, bergantung pada berbagai faktor, misalnya zat pengotor, atau perbedaan rapatan logam itu.
Korosi dapat juga diartikan sebagai serangan yang merusak logam karena logam bereaksi secara kimia atau elektrokimia dengan lingkungan. Ada definisi lain yang mengatakan bahwa korosi adalah kebalikan dari proses ekstraksi logam dari bijih mineralnya. Contohnya, bijih mineral logam besi di alam bebas ada dalam bentuk senyawa besi oksida ataubesi sulfida, setelah diekstraksi dan diolah, akan dihasilkan besi yang digunakan untuk pembuatan baja atau baja paduan. Selama pemakaian, baja tersebut akan bereaksi dengan lingkungan yang menyebabkan korosi (kembali menjadi senyawa besi oksida).

2.2 Jenis- Jenis Korosi
            Jenis kerusakan yang terjadi tidak hanya tergantung pada jenis logam, keadaan fisik logam dan keadaan penggunaan-penggunaannya, tetapi juga tergantung pada lingkungannya. Ditinjau dari bentuk produk atau prosesnya, menurut Setyowati tahun 2008 korosi dapat dibedakan dalam beberapa jenis, di antaranya :
a.         Korosi merata (uniform corrosion)
           
Korosi merata adalah korosi yang terjadi secara serentak diseluruh permukaan logam, oleh karena itu pada logam yang mengalami korosi merata akan terjadi pengurangan dimensi yang relatif besar per satuan waktu. Kerugian langsung akibat korosi merata berupa kehilangan material konstruksi, keselamatan kerja dan pencemaran lingkungan akibat produk korosi dalam bentuk senyawa yang mencemarkan lingkungan. Sedangkan kerugian tidak langsung, antara lain berupa penurunan kapasitas dan peningkatan biaya perawatan (preventive maintenance).
b.         Korosi celah (crevice corrosion)
           
Korosi celah adalah korosi lokal yang terjadi pada celah diantara dua komponen. Mekanisme terjadinya korosi celah ini diawali dengan terjadi korosi merata diluar dan didalam celah, sehingga terjadi oksidasi logam dan reduksi oksigen. Pada suatu saat oksigen (O2) di dalam celah habis, sedangkan oksigen (O2) diluar celah masih banyak, akibatnya permukaan logam yang berhubungan dengan bagian luar menjadi katoda dan permukaan logam yang didalam celah menjadi anoda sehingga terbentuk celah yang terkorosi.
c.         Korosi galvani (galvanic corrosion)
            Korosi galvanik terjadi apabila dua logam yang tidak sama dihubungkan dan berada di lingkungan korosif. Salah satu dari logam tersebut akan mengalami korosi, sementara logam lainnya akan terlindung dari serangan korosi. Logam yang mengalami korosi adalah logam yang memiliki potensial yang lebih rendah dan logam yang tidak mengalami korosi adalah logam yang memiliki potensial lebih tinggi.

.d.        Korosi selektif (selective leaching)
            Selective leaching adalah korosi yang terjadi pada paduan logam karena pelarutan salah satu unsur paduan yang lebih aktif, seperti yang biasa terjadi pada paduan tembaga-seng. Mekanisme terjadinya korosi selective leaching diawali dengan terjadi pelarutan total terhadap semua unsur. Salah satu unsur pemadu yang potensialnya lebih tinggi akan terdeposisi, sedangkan unsur yang potensialnya lebih rendah akan larut ke elektrolit. Akibatnya terjadi keropos pada logam paduan tersebut. Contoh lain selective leaching terjadi pada besi tuang kelabu yang digunakan sebagai pipa pembakaran. Berkurangnya besi dalam paduan besi tuang akan menyebabkan paduan tersebut menjadi porous dan lemah, sehingga dapat menyebabkan terjadinya pecah pada pipa.

e.         Korosi antar kristal (intergranular corrosion)
            Korosi intergranular adalah bentuk korosi yang terjadi pada paduan logam akibat terjadinya reaksi antar unsur logam tersebut di batas butirnya. Seperti yang terjadi pada baja tahan karat austenitik apabila diberi perlakuan panas. Pada temperatur 425 – 815oC karbida krom (Cr23C6) akan mengendap di batas butir. Dengan kandungan krom dibawah 10 %, didaerah pengendapan tersebut akan mengalami korosi dan menurunkan kekuatan baja tahan karat tersebut.

f.          Korosi Retak Tegang (stress corrosion cracking)
            Korosi retak tegang (stress corrosion cracking), korosi retak fatik (corrosionfatique cracking) dan korosi akibat pengaruh hidogen (corrosion inducedhydrogen) adalah bentuk korosi dimana material mengalami keretakan akibatpengaruh lingkungannya. Korosi retak tegang terjadi pada paduan logam yang mengalami tegangan tarik statis dilingkungan tertentu, seperti : baja tahan karat sangat rentan terhadap lingkungan klorida panas, tembaga rentan dilarutan amonia dan baja karbon rentan terhadap nitrat. Korosi retak fatk terjadi akibat tegangan berulang dilingkungan korosif. Sedangkan korosi akibat pengaruh hidogen terjadi karena berlangsungnya difusi hidrogen kedalam kisi paduan.

g.         Korosi erosi
            Korosi erosi adalah korosi yang terjadi pada permukaan logam yang disebabkan aliran fluida yang sangat cepat sehingga merusak permukaan logam dan lapisan film pelindung. Korosi erosi juga dapat terjadi karena efek-efek mekanik yang terjadi pada permukaan logam, misalnya : pengausan, abrasi dan gesekan. Logam yang mengalami korosi erosi akan menimbulkan bagian-bagian yang kasar dan tajam

h.         Korosi lelah
            Merupakan kegagalan logam akibat aksi gabungan beban dinamik dan lingkungan korosif.
i.          Pitting corrosion
            Korosi sumuran (pitting corrosion), korosi ini terjadi akibat adanya sistem anoda pada logam, dimana daerah tersebut terdapat konsentrasi ion Cl yang tinggi. Korosi jenis ini sangat berbahaya karena pada bagian permukaan hanya lubang kecil, sedangkan pada bagian dalamnya terjadi proses korosi membentuk “sumur” yang tidak tampak.
            Mekanisme korosi ini dapat dijelaskan dari Gambar 2.3 dibawah ini. Karena suatu pengaruh fisik maupun metalurgis (adanya presipitasi karbida maupun inklusi) maka pada permukaan logam terdapat daerah yang terkorosi lebih cepat dibandingkan lainnya. Kondisi ini menimbulkan pit yang kecil, pelarutan logam yang cepat terjadi dalam pit, saat reduksi oksigen terjadi pada permukaan yang rata. Pelarutan logam yang cepat akan mengakibatkan pindahnya ion Cl. Kemudian didalam pit terjadi proses hidrolisis (seperti pada Crevice Corrosion) yang menghasilkan ion H+ dan Cl. Kedua  jenis ion ini secara bersama – sama mempercepat terjadinya pelarutan logam sehingga mempercepat terjadinya korosi.

https://tsffarmasiunsoed2012.files.wordpress.com/2012/05/gambar1.png?w=300&h=177
Gambar 1. mekanisme korosi sumuran
Mekanisme reaksi yang terjadi yaitu:
Dengan adanya reaksi diatas pada daerah sekitar sumuran cenderung untuk menekan laju korosi karena daerah tersebut terpasifasi dengan naiknya pH akibat timbulnya ion OH. Dengan kata lain sumuran secara katodik melindungi bagian lain dari permukaan baja. Terkadang pada dasar sumuran, terdapat larutan terlarut dari garamnya seperti kristal FeCl2.4H2O. Oleh karena korosi sumuran memiliki kecenderungan untuk terjadi dibawah permukaan sehingga mengakibatkan kerusakan yang lebih hebat dibandingkan dengan dipermukaan, sehingga dapat dikatakan korosi sumuran sebagai perioda perantara terjadinya korosi merata.
Macam-macam bentuk pitting. Berikut ini adalah macam-macam bentuk dari korosi sumuran:
https://tsffarmasiunsoed2012.files.wordpress.com/2012/05/pitting_shape.gif?w=300&h=257
Gambar 2. macam-macam bentuk korosi sumuran.
Cara mencegah agar tidak terjadinya proses korosi sumuran (pitting corrosions), yaitu:
1.       Meletakkan material tegak berdiri sehingga tidak akan terjadi genangan air pada permukaan logam
2.      Melapisi permukaan logam dengan pelindung atau lazim disebut coating baik organic maupun yang organic
3.      Penambahan inhibitor yang sesuai dengan lingkungannya
4.      Merubah lingkungan dengan mengurangi faktor utama penyebab dampak korosi
5.      Pemasangan seng anode yang sesuai dengan kondisi dimana korosi tersebut terjadi
j.          Stress corrosion cracking
            Korosi retak tegang (SCC) adalah peristiwa pembentukan dan perambatan retak dalam logam yang terjadi secara simultan antara tegangan tarik yang bekerja pada bahan tersebut dengan lingkungan korosif. Proses korosi retak tegang (SCC) dapat terjadi dalam beberapa menit jika berada pada lingkungan korosif atau beberapa tahun setelah pemakaiannya. Hal ini terjadi karena adanya serangan korosi terhadap bahan. Korosi retak tegang (SCC) merupakan kerusakan yang paling berbahaya, karena tidak ada tanda-tanda sebelumnya.
https://tsffarmasiunsoed2012.files.wordpress.com/2012/05/gambar-stress-korosi.jpg?w=640
Gambar 3. macam-macam stress corosi cracking
Dalam kondisi kombinasi antara tegangan (baik tensile, torsion, compression, maupun thermal) dan lingkungan yang korosif maka Stainless Steel cenderung lebih cepat mengalami korosi.
Karat yang menyebabkan berkurangnya penampang luas efektif permukaan Stainless Steel menyebabkan tegangan kerja (working stress) pada Stainless Steel akan bertambah besar. Korosi ini meningkat jika bagian yang mengalami tekanan (stress) berada di lingkungan dengan kadar klorida tinggi.
            Pada tahun 1998, Zhang melakukan penelitian tentang pengaruh ion borate terhadap korosi retak tegang pada material stainless steel 304 (UNS30400) yang disensitisasi padasodium borate (Na2B4O7) cair, pada temperatur 950 C yang diamati pada percobaanSlow Strain Rate Testing (SSRT) dengan menggunakan sistem observasi dinamik. Pengaruh inhibitor dari ion borate (B4O72-) pada pemicu retak dihasilkan dari efek penahanan, pada saat pengasaman lokal membentuk lapisan pelindung. Konsentrasi (B4O72-) yang tersedia tidak menunjukkan pengaruh inhibitor pada kecepatan retak (CF). Ion hidroksil (OH-) juga memicu retak dengan mengikuti distribusi probabilitas eksponen dan kecepatan retak diikuti distribusi probabilitas Weibull.
            Stainless steel ada 5 jenis, di antaranya adalah Austenitic Stainless Steel dan Duplex Stainless Steel. Austenitic SS mengandung sedikitnya 16% Chrom dan 6% Nickel (grade standar untuk 304), sampai ke grade Super Autenitic SS seperti 904L (dengan kadar Chrom dan Nickel lebih tinggi serta unsur tambahan Mo sampai 6%). Molybdenum (Mo), Titanium (Ti) atau Copper (Co) berfungsi untuk meningkatkan ketahanan terhadap temperatur serta korosi. Austenitic cocok juga untuk aplikasi temperature rendah disebabkan unsur Nickel membuat SS tidak menjadi rapuh pada temperatur rendah. Sedangkan Duplex SS seperti 2304 dan 2205 (dua angka pertama menyatakan persentase Chrom dan dua angka terakhir menyatakan persentase Nickel) memiliki bentuk mikrostruktur campuran austenitic dan Ferritic. Duplex ferritic-austenitic memiliki kombinasi sifat tahan korosi dan temperatur relatif tinggi atau secara khusus tahan terhadap Stress Corrosion Cracking. Meskipun kemampuan Stress Corrosion Cracking-nya tidak sebaik ferritic SS tetapi ketangguhannya jauh lebih baik (superior) dibanding ferritic SS dan lebih buruk dibanding Austenitic SS. Sementara kekuatannya lebih baik dibanding Austenitic SS (yang di annealing) kira-kira 2 kali lipat. Sebagai tambahan, Duplex SS ketahanan korosinya sedikit lebih baik dibanding 304 dan 316 tetapi ketahanan terhadap pitting coorrosion jauh lebih baik (superior) dubanding 316. Ketangguhannya Duplex SS akan menurun pada temperatur dibawah – 50oC dan diatas 300oC (Nugroho, 2008).
Materi utama pada konstruksi untuk alat proses dalam industri Farmasetika dan Bioteknologi adalah stainless steel austenit tipe 316L. Stainless steel tipe 316L mempunyai mikrostruktur yang terdiri dari fase austenit dan sedikit volume fase ferrit. Hal ini dapat dicapai dengan penambahan cukup nikel pada campuran untuk menstabilkan fase austenit. Komposisi Nikel pada SS 316L rata-rata adalah 10-11%. Stainless steel duplex memilki komposisi kimia yang disesuaikan untuk menghasilkan mikrostuktur yang fase ferrit dan austenitnya sama banyak. Baru-baru ini, muncul pula duplex stainless steel tipe 2205 sebagai material industri, yang merupakan stainless steel dengan pengurangan kandungan nikel 5% dan menyesuaikan penambahan Mangaan dan Nitrogen untuk menghasilkan ferrit kira-kira 40-50% (Fritz, 2011).
            Jenis korosi yang paling umum terjadi pada stainless steel dalam aplikasi farmasi dan bioteknologi adalah korosi sumuran pada lingkungan bantalan-klorida. Peningkatan kadar Cr, Mo dan N di stainless steel duplex 2205 secara substansi lebih tahan terhadap korosi pitting dan korosi celah daripada 316 L. Resistensi pitting relatif dari stainless steel dapat ditentukan dengan mengukur suhu yang diperlukan untuk menghasilkan pitting (pitting suhu kritis) dalam larutan uji standar seperti besi klorida 6%. Stainless steel duplex 2205 memiliki suhu kritis pitting (CPT) di antara tipe 316 L dan Super austenitik stainless steel 6% Mo. Perlu dicatat bahwa pengukuran CPTs dalam larutan klorida memberikan peringkat yang dapat diandalkan dari ketahanan pitting klorida relatif, tetapi seharusnya tidak digunakan untuk memprediksi suhu pitting kritis dalam lingkungan bantalan-klorida lainnya (Fritz, 2011).
            Pada suhu di atas 150oF (60oC) kombinasi dari tegangan tarik dan klorida dapat dengan mudah memecahkan kelas 316L. Mode katastropik serangan disebut korosi stres retak klorida dan harus dipertimbangkan ketika memilih bahan untuk proses stream panas. 316L tipe yang harus dihindari untuk aplikasi yang melibatkan klorida dan suhu 150oF dan lebih tinggi. 2205 duplex stainless steel tahan SCC (Stress Corrosion Cracking) dalam larutan garam sederhana sampai dengan suhu minimal 250 F (Fritz, 2011).
Perbandingan properti mekanik antara stainless steel duplex 2205 dengan austenit 316L:
https://tsffarmasiunsoed2012.files.wordpress.com/2012/05/gambar5.jpg?w=300&h=55

 2.3 Dampak Dari Terjadinya Korosi
Karatan adalah istilah yang diberikan masyarakat terhadap logam yang mengalami kerusakan berbentuk keropos. Sedangkan bagian logam yang rusak dan berwarna hitam kecoklatan pada baja disebut Karat. Secara teoritis karat adalah istilah yang diberikan terhadap satu jenis logam saja yaitu baja, sedangkan secara umum istilah karat lebih tepat disebut korosi. Korosi didefenisikan sebagai degradasi material (khususnya logam dan paduannya) atau sifatnya akibat berinteraksi dengan lingkungannya.
Korosi merupakan proses atau reaksi elektrokimia yang bersifat alamiah dan berlangsung dengan sendirinya, oleh karena itu korosi tidak dapat dicegah atau dihentikan sama sekali. Korosi hanya bisa dikendalikan atau diperlambat lajunya sehingga memperlambat proses perusakannya.
Dilihat dari aspek elektrokimia, korosi merupakan proses terjadinya transfer elektron dari logam ke lingkungannya. Logam berlaku sebagai sel yang memberikan elektron (anoda) dan lingkungannya sebagai penerima elektron (katoda). Reaksi yang terjadi pada logam yang mengalami korosi adalah reaksi oksidasi, dimana atom-atom logam larut kelingkungannya menjadi ion-ion dengan melepaskan elektron pada logam tersebut. Sedangkan dari katoda terjadi reaksi, dimana ion-ion dari lingkungan mendekati logam dan menangkap elektron- elektron yang tertinggal pada logam.
Dampak yang ditimbulkan korosi sungguh luar biasa. Berdasarkan pengalaman pada tahun-tahun sebelumnya, Amerika Serikat mengalokasikan biaya pengendalian korosi sebesar 80 hingga 126 milyar dollar per tahun. Di Indonesia, dua puluh tahun lalu saja biaya yang ditimbulkan akibat korosi dalam bidang indusri mencapai 5 trilyun rupiah. Nilai tersebut memberi gambaran kepada kita betapa besarnya dampak yang ditimbulkan korosi dan nilai ini semakin meningkat setiap tahunnya karena belum terlaksananya pengendalian korosi secara baik bidang indusri. Dampak yang ditimbulkan korosi dapat berupa kerugian langsung dan kerugian tidak langsung. Kerugian langsung adalah berupa terjadinya kerusakan pada peralatan, permesinan atau stuktur bangunan. Sedangkan kerugian tidak langsung berupa terhentinya aktifitas produksi karena terjadinya penggantian peralatan yang rusak akibat korosi, terjadinya kehilangan produk akibat adanya kerusakan pada kontainer, tanki bahan bakar atau jaringan pemipaan air bersih atau minyak mentah, terakumulasinya produk korosi pada alat penukar panas dan jaringan pemipaannya akan menurunkan efisiensi perpindahan panasnya, dan lain sebagainya.
Dampak negatif yang ditimbulkan oleh korosi diantaranya adalah:
1. Adanya kerugian teknis dan depresiasi
2. menurunnya efisiensi

3. menurunnya kekuatan konstruksi
4. Apperance yang buruk
5.karat merupakan polusi dan menambah biaya maintenance
            selain menimbulkan kerugian korosi juga menguntungkan diantaranya adalah adanya pabrik cat (coating), adanya pekerjaan cathodic protection.
Untuk memilih material agar dampak negatif dari korosi dapat dikurangi dijelaskan sebagai berikut:
1. Ketahanan korosi, yang dimaksud disini adalah tingkat kemungkinan bertahannya material di lingkungan yang korosif
2. Availibility, faktor ketersediaan. Material dengan jumlah ketersediaan yang terbatas akan menimbulkan kesulitan dalam hal kapasitas produksi
3. Cost, Dalam memilih material diusahakan agar biaya material bisa ditekan sekecil mungkin
4. Strength, Apabila kekuatan material tidak bisa dipenuhi maka material yang telah dipilih tidak dapat dipakai
5.Appearance, sifat material akan bertambah signifikan jika dipergunakan untuk memproduksi barang – barang yang bersifat eksotis
6. Producibilitas, perlu dianalisa bisa tidaknya dibuat sesuai fungsi barang yang akan dibuat

2.4 Bakteri Penyebab Korosi
Fenomena korosi yang terjadi dapat disebabkan adanya keberadaan dari bakteri. Jenis-jenis bakteri yang berkembang yaitu :
      1.       Bakteri reduksi sulfat
           
Bakteri ini merupakan bakteri jenis anaerob membutuhkan lingkungan bebas oksigen atau lingkungan reduksi, bakteri ini bersirkulasi di dalam air aerasi termasuk larutan klorin dan oksidiser lainnya, hingga mencapai kondisi ideal untuk mendukung metabolisme. Bakteri ini tumbuh pada oksigen rendah. Bakteri ini tumbuh pada daerah-daerah kanal, pelabuhan, daerah air tenang tergantung pada lingkungannya.
Bakteri ini mereduksi sulfat menjadi sulfit, biasanya terlihat dari meningkatnya kadar H2S atau Besi sulfida.Tidak adanya sulfat, beberapa turunan dapat berfungsi sebagai fermenter menggunakan campuran organik seperti pyruvnate untuk memproduksi asetat, hidrogen dan CO2, banyak bakteri jenis ini berisi enzim hidrogenase yang mengkonsumsi hidrogen.

2.       Bakteri oksidasi sulfur-sulfida
Bakteri jenis ini merupakan bakteri aerob yang mendapatkan energi dari oksidasi sulfit atau sulfur. Bebarapa tipe bakteri aerob dapat teroksidasi sulfur menjadi asam sulfurik dan nilai pH menjadi 1. bakteriThiobaccilus umumnya ditemukan di deposit mineral dan menyebabkan drainase tambang menjadi asam.

3.       Bakteri besi mangan oksida
           
Bakteri memperoleh energi dari osidasi Fe2+ Fe3+ dimana deposit berhubungan dengan bakteri korosi. Bakteri ini hampir selalu ditemukan di Tubercle (gundukan Hemispherikal berlainan ) di atas lubang pit pada permukaan baja. Umumnya oksidaser besi ditemukan di lingkungan dengan filamen yang panjang.

2.5 Cara Mencegah Terjadinya Korosi
Pencegahan korosi didasarkan pada dua prinsip berikut :
1.      Mencegah kontak dengan oksigen dan/atau air
Korosi besi memerlukan oksigen dan air. Bila salah satu tidak ada, maka peristiwa korosi tidak dapat terjadi.  Korosi dapat dicegah dengan melapisi besi dengan cat, oli, logam lain yang tahan korosi (logam yang lebih aktif seperti seg dan krom).  Penggunaan logam lain yang kurang aktif (timah dan tembaga) sebagai pelapis pada kaleng bertujuan agar kaleng cepat hancur di tanah. Timah atau tembaga bersifat mampercepat proses korosi.
2.      Perlindungan katoda (pengorbanan anoda)
Besi yang dilapisi atau dihubugkan dengan logam lain yang lebih aktif akan membentuk sel elektrokimia dengan besi sebagai katoda.  Di sini, besi berfungsi hanya sebagai tempat terjadinya reduksi oksigen. Logam lain berperan sebagai anoda, dan mengalami reaksi oksidasi.  Dalam hal ini besi, sebagai katoda, terlindungi oleh logam lain (sebagai anoda, dikorbankan).  Besi akan aman terlindungi selama logam pelindungnya masih ada / belum habis.  Untuk perlindungan katoda pada sistem jaringan pipa bawah tanah lazim digunakan logam magnesium, Mg.  Logam ini secara berkala harus dikontrol dan diganti.
3.      Membuat alloy atau  paduan logam yang bersifat tahan karat, misalnya besi   dicampur dengan logam Ni dan Cr menjadi baja stainless (72% Fe, 19%Cr, 9%Ni). 













BAB III
PERMASALAHAN
          3.1 Korosi Pada Besi Baja Pondasi Bangunan
   
Korosi yang terjadi pada baja tulangan adalah korosi seragam atau biasa disebut uniform corrosion. Korosi memang hanyalah fenomena dipermukaan material, tetapi jika korosi telah terjadi dalam waktu yang lama dan tidak ditangani dengan baik maka fenomena korosi yang terjadi dipermukaan material akan masuk lebih dalam dan bisa menimbulkan craking pada material, hal ini tentu saja sangat merugikan, baja yang seharusnya dapat menahan beban yang berat.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEidU0TIU3OOOdBqQSl6tNPpPdGFKwV3YQSWHXdx8CmdTkdp5LdlnU6ttaS4kLZPML-SE_KqjLHwihzCxaDoIK2-8xT1DFjQv5wAaAJ5Gn99reGDdU0ApHS3FmotUm8QoackjUVOJ-JwYaQ/s320/bangunan02.jpg
Gambar.  korosi cracking yang terjadi pada besi  pondasi bangunan

            Sering kita melihat beton yang berwarna kuning kemerahan seperti berkarat, tetapi jarang orang memikirkan apa yang sebenarnya terjadi.  Hal ini bisa saja disebabkan oleh struktur baja yang terdapat didalam bangunan terkorosi.

         

          3.2  Penyebab Korosi Pada Besi Baja Pondasi Bangunan

Setiap konstruksi setelah dibangun harus dilakukan evaluasi secara terus menerus untuk menentukan kinerja bangunan. Ambruknya suatu infrastruktur, seperti jembatan, jalan layang, dermaga dan lain-lain, secara tiba-tiba sering kali membawa korban manusia dan kerugian finansial yang sangat besar. Hal ini merupakan bagian dari tugas pemilik bersama pihak yang berkepentingan untuk menjamin keselamatan masyarakat umum sebagai pengguna. Salah satu penyebab kerusakan bangunan dilingkungan laut adalah korosi pada besi pondasi bangunan.
Secara umum, besi baja didalam beton tidak akan terkorosi, karena beton pada umumnya memiliki PH tinggi (sekitar 12.5), Sifat PH tinggi atau basa / alkali pada beton terjadi saat semen tercampur dengan air. Karena sifat alkali ini, dipermukaan baja dalam beton terbentuk sebuah lapisan pasif yang menyebabkan baja terlindung dari pengaruh luar. Baja baru bisa terkorosi bila lapisan pasif ini rusak (PH Beton turun), yang biasanya disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut :http://daftarbahanbangunan.wordpress.com/wp-includes/js/tinymce/plugins/wordpress/img/trans.gif
1. Karbonasi (carbonation)
Proses karbonasi terjadi karena adanya interaksi dari karbon dioksida (CO2) di udara bebas / atmosfer dengan ion hidroksida didalam beton. Hasil dari interaksi tersebut menyebabkan PH beton turun (< 9) dan ini mengakibatkan penurunan ketahanan dari lapisan pasif di permukaan baja tulangan.
 2. Klorida (Chlorides)
Ion klorida mempunyai kemampuan untuk penetrasi kedalam beton dan merusak lapisan pasif dipermukaan baja dan logam. Ion klorida bisa berasal dari lingkungan eksternal, misalnya air laut atau proses hyrolysis auto katalisis dari bahan logam itu sendiri yang menyebabkan baja terkorosi.
 3. Garam Magnesium (Magnesium Salts)
Karena pada laut mengandung 3200 ppm bahan setara MgCl2, hal ini sudah cukup untuk melemahkan Portland Cement Hydrates dari serangan ion Mg. Hasil reaksinya akan menyebabkan kehilangan material (material loss) dan dapat melunakkan beton (soft).
4.Serangan Sulfat (sulphate attack)
Sulfat alami (natural sulphate) dan bahan polutan dari dalam tanah atau air laut dapat menyebabkan serangan Sulfat kedalam beton. Ion sulfat dari air laut akan bereaksi dengan hydrates dari portland cement yang dapat menyebabkan penurunan mutu beton, membuat beton menjadi lemah / lunak dan rapuh (brittle).
5.Serangan Asam oleh Bakteri
Pada bak tempat penampungan minyak mentah, struktur bawah dari bangunan offshore, pada daerah pantai yang air lautnya diam dan suhunya cenderung tetap (Oil Well 70-80 °C) atau (45-50 °C) akan berpotensi menumbuhkan mikroba aktif yang menghasilkan karbon dioksida serta dapat menurunkan PH air. Hal ini akan berpotensi menyebabkan proses korosi pada struktur beton, baja maupun bahan logam yang terdapat pada daerah tersebut.
Pada korosi jenis ini, kerusakan terjadi pada besi baja di dalam beton. Ini disebabkan karena besi baja di dalam beton bereaksi dengan air dan membentuk karat. Karat yang terbentuk pada besi baja ini mengakibatkan pengembangan volume besi tulangan tersebut. Pengembangan volume ini kemudian mendesak beton sehingga beton tersebut retak, terkelupas atau pecah, sehingga daya dukung dan dimensi beton menjadi berkurang.

3.3    Proses Terjadinya Korosi

Korosi yang tetrjadi pada baja baja pondasi bangunan bisa terjadi karena beberapa hal, diantaranya adalah sebagai berikut:
          1.   Besi baja yang akan digunakan untuk struktur bangunan tidak diproteksi.
          2.   Adanya air dari hasil sisa-sisa reaksi antara air dan semen.
          3.   Tembok atau beton yang menggunakan besi baja tidak kedap air.
Jika besi baja pondasi  yang akan digunakan untuk struktur bangunan tidak diproteksi, akan menimbulkan resiko korosi pada besi baja tersebut. Ada berbagai cara untuk terjadi korosi pada baja tulangan. Air dapat masuk ke dalam beton dan sampai ke tulangan melalui 2 cara, melalui air yang masuk dari luar atau uap air di udara melalui pori-pori beton karena beton tidak kedap air. Bila ada sisa-sisa air yang tidak ikut tereaksikan pada saat pencampuran semen dengan air. Air yang tertinggal bisa mengenai baja tulangan dan akan menyebabkan korosi pada baja tulangan yang tidak diproteksi karena unsur-unsur yang ada pada air akan bereaksi dengan baja yang akan menyebabkan baja menjadi terkorosi.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhFE7V9aRe_NapDMJWbeWLOdU50GqS45JP6hfQgh-mLCmQcfWrg8Us_by6x8502r3JpU-TtRVrzV7Q4pBirTNnWJJ-fwuqqTG4NofeoxcIVtWpHCF1lC2HrdTC-m5zvQOgz077dEhcKMu4/s1600/proses+korosi.jpg
Gambar. Mekanisme terjadinya korosi
Tembok atau beton yang menggunakan struktur besi baja yang tidak kedap air juga dapat menimbulkan korosi pada besi baja, hal ini memungkinkan air yang ada diluar tembok atau tergenang di atas tembok dapat masuk kedalam tembok atau beton, setelah air sampai di daerah besi baja maka besi baja akan bereaksi dengan air yang masuk dari luar tembok dan akan menghasilkan proses korosi.
Korosi yang terjadi pada besi baja bisa menimbulkan cracking pada tembok atau beton, hal ini dikarenakan adanya seolah-olah penebalan pada permukaan baja tulangan akibat adanya produk korosi yang berupa oksida. Pada saat terjadi penebalan ini, pada tingkatan yang parah tembok atau beton tidak akan sanggup menahan laju penebalan ini sehingga terjadilah cracking pada paermukaan tembok atau beton.



3.4   Pencegahan Korosi pada Baja Tulangan.
1.      Pengecatan. Jembatan, pagar, dan railing biasanya dicat. Cat menghindarkan kontak dengan udara dan air. Cat yang mengandung timbel dan zink (seng) akan lebih baik, karena keduanya melindungi besi terhadap korosi.
1.      Tin Plating (pelapisan dengan timah). Kaleng-kaleng kemasan terbuat dari besi yang dilapisi dengan timah. Pelapisan dilakukan secara elektrolisis, yang disebut tin plating. Timah tergolong logam yang tahan karat. Akan tetapi, lapisan timah hanya melindungi besi selama lapisan itu utuh (tanpa cacat). Apabila lapisan timah ada yang rusak, misalnya tergores, maka timah justru mendorong/mempercepat korosi besi. Hal itu terjadi karena potensial reduksi besi lebih negatif daripada timah. Oleh karena itu, besi yang dilapisi dengan timah akan membentuk suatu sel elektrokimia dengan besi sebagai anode. Dengan demikian, timah mendorong korosi besi. Akan tetapi hal ini justru yang diharapkan, sehingga kaleng-kaleng bekas cepat hancur.
2.      Galvanisasi (pelapisan dengan Zink). Pipa besi, tiang telepon dan berbagai barang lain dilapisi dengan zink. Berbeda dengan timah, zink dapat melindungi besi dari korosi sekalipun lapisannya tidak utuh. Hal ini terjadi karena suatu mekanisme yang disebut perlindungan katode. Oleh karena potensial reduksi besi lebih positif daripada zink, maka besi yang kontak dengan zink akan membentuk sel elektrokimia dengan besi sebagai katode. Dengan demikian besi terlindungi dan zink yang mengalami oksidasi (berkarat). Badan mobil-mobil baru pada umumnya telah digalvanisasi, sehingga tahan karat.
3.      Cromium Plating (pelapisan dengan kromium). Besi atau baja juga dapat dilapisi dengan kromium untuk memberi lapisan pelindung yang mengkilap, misalnya untuk bumper mobil. Cromium plating juga dilakukan dengan elektrolisis. Sama seperti zink, kromium dapat memberi perlindungan sekalipun lapisan kromium itu ada yang rusak.
4.    Sacrificial Protection (pengorbanan anode). Magnesium adalah logam yang jauh lebih aktif (berarti lebih mudah berkarat) daripada besi. Jika logam magnesium dikontakkan dengan besi, maka magnesium itu akan berkarat tetapi besi tidak. Cara ini digunakan untuk melindungi pipa baja yang ditanam dalam tanah atau badan kapal laut. Secara periodik, batang magnesium harus diganti.



 BAB IV
KESIMPULAN