BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Korosi adalah
kerusakan atau degradasi logam akibat reaksi redoks antara suatu logam dengan
berbagai zat di lingkungannya yang menghasilkan senyawa-senyawa yang tidak
dikehendaki. Dalam bahasa sehari-hari, korosi disebut perkaratan. Contoh korosi
yang paling lazim adalah perkaratan besi.
Dalam kehidupan
sehari-hari, korosi dapat kita jumpai terjadi pada berbagai jenis logam.
Bangunan-bangunan maupun peralatan elektronik yang memakai komponen logam
seperti seng, tembaga, besi baja, dan sebagainya semuanya dapat terserang oleh
korosi ini. Selain pada perkakas logam ukuran besar, korosi ternyata juga mampu
menyerang logam pada komponen-komponen renik peralatan elektronik, mulai dari
jam digital hingga komputer serta peralatan canggih lainnya yang digunakan
dalam berbagai aktivitas umat manusia, baik dalam kegiatan industri maupun di
dalam rumah tangga.
Korosi
merupakan salah satu masalah utama dalam dunia industri. Tentunya karena korosi
menyebabkan kegagalan pada material yang berujung pada kerusakan pada peralatan
atau kegagalan pada operasi yang menimbulkan kerugian yang tidak sedikit.
Besi adalah salah satu dari banyak
logam yang penggunaannya sangat banyak dalam kehidupan sehari-hari. Namun
kekurangan dari logam yang sifatnya sangat mudah mengalami korosi.
Ada tiga elemen yang diperlukan sehingga
reaksi korosi dapat berlangsung yaitu :
1. Elektronik
2. Elektroda
3. Larutan
elektrolit
1.2 Tujuan Penulisan
Adapun
tujuan dari penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Menguraikan lebih lanjut tentang penyebabab korosi dan jenis-jenis korosi.
2. Mengidentifikasi cara pencegahan dari proses korosi.
3. Menjelaskan mengapa logam dapat terkorosi.
1. Menguraikan lebih lanjut tentang penyebabab korosi dan jenis-jenis korosi.
2. Mengidentifikasi cara pencegahan dari proses korosi.
3. Menjelaskan mengapa logam dapat terkorosi.
1.3 Manfaat
1. Memberikan bekal pengetahuan agar dapat mengetahui mengenai korosi cracking dan pitting.
2. Agar pemakalah dan pembaca dapat menambah wawasannya mengenai proses korosi dan cara pencegahan korosi.
3. Menambah wawasan tentang ruang lingkup korosi cracking dan pitting.
1. Memberikan bekal pengetahuan agar dapat mengetahui mengenai korosi cracking dan pitting.
2. Agar pemakalah dan pembaca dapat menambah wawasannya mengenai proses korosi dan cara pencegahan korosi.
3. Menambah wawasan tentang ruang lingkup korosi cracking dan pitting.
1.4 Perumusan Masalah
1. Apa pengertian korosi cracking dan korosi pitting?
2. Apa penyebab terjadinya korosi cracking dan korosi pitting?
3. Apa dampak yang ditimbulkan dari korosi cracking dan korosi pitting?
4. Bagaimana cara pencegahan terjadinya sebuah korosi cracking dan korosi pitting?
1. Apa pengertian korosi cracking dan korosi pitting?
2. Apa penyebab terjadinya korosi cracking dan korosi pitting?
3. Apa dampak yang ditimbulkan dari korosi cracking dan korosi pitting?
4. Bagaimana cara pencegahan terjadinya sebuah korosi cracking dan korosi pitting?
BAB II
TINJAUN PUSTAKA
2.1 Pengertian Korosi
Korosi adalah
kerusakan atau degradasi logam akibat reaksi redoks antara
suatu logam dengan berbagai zat di lingkungannya yang menghasilkan
senyawa-senyawa yang tidak dikehendaki. Dalam bahasa sehari-hari, korosi
disebut perkaratan. Contoh korosi yang paling lazim adalah perkaratan besi.
Pada peristiwa korosi, logam mengalami oksidasi, sedangkan oksigen (udara)
mengalami reduksi. Karat logam
umumnya adalah berupa oksida atau karbonat. Rumus kimia karat besi adalah Fe2O3.nH2O,
suatu zat padat yang berwarna coklat-merah.
Korosi merupakan proses elektrokimia.
Pada korosi besi, bagian tertentu dari besi itu berlaku sebagai anode, di mana besi mengalami
oksidasi.
Fe(s) <--> Fe2+(aq) + 2e
Elektron yang dibebaskan di anode mengalir ke bagian lain
dari besi itu yang bertindak sebagai katode,
di mana oksigen tereduksi.
O2(g) + 4H+(aq) + 4e <--> 2H2O(l)
atau
O2(g) + 2H2O(l) +
4e <--> 4OH-(aq)
Ion besi(II) yang terbentuk pada anode selanjutnya
teroksidasi membentuk ion besi(III) yang kemudian membentuk senyawa oksida
terhidrasi, yaitu karat besi. Mengenai bagian mana dari besi itu yang bertindak
sebagai anode dan bagian mana yang bertindak sebagai katode, bergantung pada
berbagai faktor, misalnya zat pengotor, atau perbedaan rapatan logam itu.
Korosi dapat juga diartikan sebagai serangan yang merusak
logam karena logam bereaksi secara kimia atau elektrokimia dengan lingkungan. Ada definisi lain
yang mengatakan bahwa korosi adalah kebalikan dari proses ekstraksi logam dari bijih mineralnya. Contohnya, bijih mineral
logam besi di alam bebas ada dalam bentuk senyawa besi oksida ataubesi sulfida, setelah diekstraksi
dan diolah, akan dihasilkan besi yang digunakan untuk pembuatan baja atau baja paduan. Selama pemakaian, baja
tersebut akan bereaksi dengan lingkungan yang menyebabkan korosi (kembali
menjadi senyawa besi oksida).
2.2 Jenis- Jenis Korosi
Jenis
kerusakan yang terjadi tidak hanya tergantung pada jenis logam, keadaan fisik
logam dan keadaan penggunaan-penggunaannya, tetapi juga tergantung pada
lingkungannya. Ditinjau dari bentuk produk atau prosesnya, menurut Setyowati
tahun 2008 korosi dapat dibedakan dalam beberapa jenis, di antaranya :
a. Korosi merata (uniform corrosion)
Korosi merata adalah korosi yang terjadi secara serentak diseluruh permukaan logam, oleh karena itu pada logam yang mengalami korosi merata akan terjadi pengurangan dimensi yang relatif besar per satuan waktu. Kerugian langsung akibat korosi merata berupa kehilangan material konstruksi, keselamatan kerja dan pencemaran lingkungan akibat produk korosi dalam bentuk senyawa yang mencemarkan lingkungan. Sedangkan kerugian tidak langsung, antara lain berupa penurunan kapasitas dan peningkatan biaya perawatan (preventive maintenance).
Korosi merata adalah korosi yang terjadi secara serentak diseluruh permukaan logam, oleh karena itu pada logam yang mengalami korosi merata akan terjadi pengurangan dimensi yang relatif besar per satuan waktu. Kerugian langsung akibat korosi merata berupa kehilangan material konstruksi, keselamatan kerja dan pencemaran lingkungan akibat produk korosi dalam bentuk senyawa yang mencemarkan lingkungan. Sedangkan kerugian tidak langsung, antara lain berupa penurunan kapasitas dan peningkatan biaya perawatan (preventive maintenance).
b.
Korosi celah (crevice corrosion)
Korosi celah adalah korosi lokal yang terjadi pada celah diantara dua komponen. Mekanisme terjadinya korosi celah ini diawali dengan terjadi korosi merata diluar dan didalam celah, sehingga terjadi oksidasi logam dan reduksi oksigen. Pada suatu saat oksigen (O2) di dalam celah habis, sedangkan oksigen (O2) diluar celah masih banyak, akibatnya permukaan logam yang berhubungan dengan bagian luar menjadi katoda dan permukaan logam yang didalam celah menjadi anoda sehingga terbentuk celah yang terkorosi.
Korosi celah adalah korosi lokal yang terjadi pada celah diantara dua komponen. Mekanisme terjadinya korosi celah ini diawali dengan terjadi korosi merata diluar dan didalam celah, sehingga terjadi oksidasi logam dan reduksi oksigen. Pada suatu saat oksigen (O2) di dalam celah habis, sedangkan oksigen (O2) diluar celah masih banyak, akibatnya permukaan logam yang berhubungan dengan bagian luar menjadi katoda dan permukaan logam yang didalam celah menjadi anoda sehingga terbentuk celah yang terkorosi.
c. Korosi galvani (galvanic
corrosion)
Korosi galvanik terjadi apabila dua
logam yang tidak sama dihubungkan dan berada di lingkungan korosif. Salah satu
dari logam tersebut akan mengalami korosi, sementara logam lainnya akan
terlindung dari serangan korosi. Logam yang mengalami korosi adalah logam yang
memiliki potensial yang lebih rendah dan logam yang tidak mengalami korosi
adalah logam yang memiliki potensial lebih tinggi.
.d. Korosi selektif (selective leaching)
Selective leaching adalah korosi yang
terjadi pada paduan logam karena pelarutan salah satu unsur paduan yang lebih
aktif, seperti yang biasa terjadi pada paduan tembaga-seng. Mekanisme
terjadinya korosi selective leaching diawali dengan terjadi pelarutan total
terhadap semua unsur. Salah satu unsur pemadu yang potensialnya lebih tinggi
akan terdeposisi, sedangkan unsur yang potensialnya lebih rendah akan larut ke
elektrolit. Akibatnya terjadi keropos pada logam paduan tersebut. Contoh lain
selective leaching terjadi pada besi tuang kelabu yang digunakan sebagai pipa
pembakaran. Berkurangnya besi dalam paduan besi tuang akan menyebabkan paduan
tersebut menjadi porous dan lemah, sehingga dapat menyebabkan terjadinya pecah
pada pipa.
e. Korosi antar kristal (intergranular
corrosion)
Korosi intergranular adalah bentuk korosi
yang terjadi pada paduan logam akibat terjadinya reaksi antar unsur logam
tersebut di batas butirnya. Seperti yang terjadi pada baja tahan karat
austenitik apabila diberi perlakuan panas. Pada temperatur 425 – 815oC karbida
krom (Cr23C6) akan mengendap di
batas butir. Dengan kandungan krom dibawah 10 %, didaerah pengendapan tersebut
akan mengalami korosi dan menurunkan kekuatan baja tahan karat tersebut.
f. Korosi Retak Tegang (stress corrosion cracking)
Korosi retak tegang (stress corrosion
cracking), korosi retak fatik (corrosionfatique
cracking) dan korosi akibat pengaruh hidogen (corrosion inducedhydrogen) adalah bentuk korosi dimana
material mengalami keretakan akibatpengaruh lingkungannya. Korosi retak tegang
terjadi pada paduan logam yang mengalami tegangan tarik statis dilingkungan
tertentu, seperti : baja tahan karat sangat rentan terhadap lingkungan klorida
panas, tembaga rentan dilarutan amonia dan baja karbon rentan terhadap nitrat.
Korosi retak fatk terjadi akibat tegangan berulang dilingkungan korosif.
Sedangkan korosi akibat pengaruh hidogen terjadi karena berlangsungnya difusi
hidrogen kedalam kisi paduan.
g. Korosi erosi
Korosi erosi adalah korosi yang
terjadi pada permukaan logam yang disebabkan aliran fluida yang sangat cepat
sehingga merusak permukaan logam dan lapisan film pelindung. Korosi erosi juga
dapat terjadi karena efek-efek mekanik yang terjadi pada permukaan logam,
misalnya : pengausan, abrasi dan gesekan. Logam yang mengalami korosi erosi
akan menimbulkan bagian-bagian yang kasar dan tajam
h. Korosi lelah
Merupakan
kegagalan logam akibat aksi gabungan beban dinamik dan lingkungan korosif.
i. Pitting corrosion
Korosi sumuran (pitting
corrosion), korosi ini terjadi akibat adanya sistem anoda pada logam,
dimana daerah tersebut terdapat konsentrasi ion Cl– yang
tinggi. Korosi jenis ini sangat berbahaya karena pada bagian permukaan hanya
lubang kecil, sedangkan pada bagian dalamnya terjadi proses korosi membentuk
“sumur” yang tidak tampak.
Mekanisme korosi ini dapat dijelaskan dari Gambar 2.3
dibawah ini. Karena suatu pengaruh fisik maupun metalurgis (adanya presipitasi karbida maupun inklusi) maka
pada permukaan logam terdapat daerah yang terkorosi lebih cepat dibandingkan
lainnya. Kondisi ini menimbulkan pit yang
kecil, pelarutan logam yang cepat terjadi dalam pit, saat reduksi oksigen terjadi pada permukaan yang rata.
Pelarutan logam yang cepat akan mengakibatkan pindahnya ion Cl–. Kemudian didalam pit terjadi proses hidrolisis (seperti pada Crevice
Corrosion) yang menghasilkan ion H+ dan Cl–. Kedua jenis
ion ini secara bersama – sama mempercepat terjadinya pelarutan logam sehingga
mempercepat terjadinya korosi.
Gambar 1. mekanisme korosi sumuran
Mekanisme reaksi yang terjadi yaitu:
Dengan adanya reaksi
diatas pada daerah sekitar sumuran cenderung untuk menekan laju korosi karena
daerah tersebut terpasifasi dengan naiknya pH akibat timbulnya ion OH–. Dengan kata lain sumuran secara katodik melindungi
bagian lain dari permukaan baja. Terkadang pada dasar sumuran, terdapat larutan
terlarut dari garamnya seperti kristal FeCl2.4H2O. Oleh karena korosi sumuran memiliki kecenderungan
untuk terjadi dibawah permukaan sehingga mengakibatkan kerusakan yang lebih
hebat dibandingkan dengan dipermukaan, sehingga dapat dikatakan korosi sumuran
sebagai perioda perantara terjadinya korosi merata.
Macam-macam bentuk pitting. Berikut ini adalah
macam-macam bentuk dari korosi sumuran:
Gambar 2. macam-macam bentuk korosi sumuran.
Cara mencegah agar tidak terjadinya proses korosi sumuran (pitting
corrosions), yaitu:
1. Meletakkan material tegak berdiri sehingga
tidak akan terjadi genangan air pada permukaan logam
2. Melapisi permukaan logam
dengan pelindung atau lazim disebut coating baik organic maupun yang organic
3. Penambahan inhibitor yang
sesuai dengan lingkungannya
4. Merubah lingkungan dengan
mengurangi faktor utama penyebab dampak korosi
5. Pemasangan seng anode
yang sesuai dengan kondisi dimana korosi tersebut terjadi
j. Stress
corrosion cracking
Korosi
retak tegang (SCC) adalah peristiwa pembentukan dan perambatan retak dalam
logam yang terjadi secara simultan antara tegangan tarik yang bekerja pada
bahan tersebut dengan lingkungan korosif. Proses korosi retak tegang (SCC)
dapat terjadi dalam beberapa menit jika berada pada lingkungan korosif atau
beberapa tahun setelah pemakaiannya. Hal ini terjadi karena adanya serangan
korosi terhadap bahan. Korosi retak tegang (SCC) merupakan kerusakan yang
paling berbahaya, karena tidak ada tanda-tanda sebelumnya.
Gambar 3. macam-macam stress corosi cracking
Dalam kondisi kombinasi antara tegangan (baik
tensile, torsion, compression, maupun thermal) dan lingkungan yang korosif maka
Stainless Steel cenderung lebih cepat mengalami korosi.
Karat yang menyebabkan berkurangnya penampang
luas efektif permukaan Stainless Steel menyebabkan tegangan kerja (working
stress) pada Stainless Steel akan bertambah besar. Korosi ini meningkat jika
bagian yang mengalami tekanan (stress) berada di lingkungan dengan kadar
klorida tinggi.
Pada tahun 1998, Zhang melakukan penelitian tentang
pengaruh ion borate terhadap
korosi retak tegang pada material stainless
steel 304 (UNS30400) yang disensitisasi padasodium borate (Na2B4O7) cair, pada temperatur 950 C yang
diamati pada percobaanSlow Strain Rate
Testing (SSRT) dengan menggunakan sistem observasi dinamik.
Pengaruh inhibitor dari ion borate (B4O72-) pada pemicu
retak dihasilkan dari efek penahanan, pada saat pengasaman lokal membentuk
lapisan pelindung. Konsentrasi (B4O72-) yang tersedia tidak menunjukkan
pengaruh inhibitor pada kecepatan retak (CF). Ion hidroksil (OH-) juga memicu
retak dengan mengikuti distribusi probabilitas eksponen dan kecepatan retak
diikuti distribusi probabilitas Weibull.
Stainless steel ada 5 jenis, di antaranya adalah Austenitic
Stainless Steel dan Duplex Stainless Steel. Austenitic SS
mengandung sedikitnya 16% Chrom dan 6% Nickel (grade standar untuk 304), sampai
ke grade Super Autenitic SS seperti 904L (dengan kadar Chrom dan Nickel lebih
tinggi serta unsur tambahan Mo sampai 6%). Molybdenum (Mo), Titanium (Ti) atau
Copper (Co) berfungsi untuk meningkatkan ketahanan terhadap temperatur serta korosi.
Austenitic cocok juga untuk aplikasi temperature rendah disebabkan unsur Nickel
membuat SS tidak menjadi rapuh pada temperatur rendah. Sedangkan Duplex SS
seperti 2304 dan 2205 (dua angka pertama menyatakan persentase Chrom dan dua
angka terakhir menyatakan persentase Nickel) memiliki bentuk mikrostruktur
campuran austenitic dan Ferritic. Duplex ferritic-austenitic memiliki kombinasi
sifat tahan korosi dan temperatur relatif tinggi atau secara khusus tahan
terhadap Stress Corrosion Cracking. Meskipun kemampuan Stress Corrosion
Cracking-nya tidak sebaik ferritic SS tetapi ketangguhannya jauh lebih baik
(superior) dibanding ferritic SS dan lebih buruk dibanding Austenitic SS.
Sementara kekuatannya lebih baik dibanding Austenitic SS (yang di annealing) kira-kira
2 kali lipat. Sebagai tambahan, Duplex SS ketahanan korosinya sedikit lebih
baik dibanding 304 dan 316 tetapi ketahanan terhadap pitting coorrosion jauh
lebih baik (superior) dubanding 316. Ketangguhannya Duplex SS akan menurun pada
temperatur dibawah – 50oC dan diatas 300oC (Nugroho, 2008).
Materi utama pada konstruksi untuk alat proses
dalam industri Farmasetika dan Bioteknologi adalah stainless steel austenit
tipe 316L. Stainless steel tipe 316L mempunyai mikrostruktur yang terdiri dari
fase austenit dan sedikit volume fase ferrit. Hal ini dapat dicapai dengan
penambahan cukup nikel pada campuran untuk menstabilkan fase austenit.
Komposisi Nikel pada SS 316L rata-rata adalah 10-11%. Stainless steel duplex
memilki komposisi kimia yang disesuaikan untuk menghasilkan mikrostuktur yang
fase ferrit dan austenitnya sama banyak. Baru-baru ini, muncul pula duplex
stainless steel tipe 2205 sebagai material industri, yang merupakan stainless
steel dengan pengurangan kandungan nikel 5% dan menyesuaikan penambahan Mangaan
dan Nitrogen untuk menghasilkan ferrit kira-kira 40-50% (Fritz, 2011).
Jenis
korosi yang paling umum terjadi pada stainless steel dalam aplikasi farmasi dan
bioteknologi adalah korosi sumuran pada lingkungan
bantalan-klorida. Peningkatan kadar Cr, Mo dan N di stainless steel duplex
2205 secara substansi lebih tahan terhadap korosi pitting dan korosi celah
daripada 316 L. Resistensi pitting relatif dari stainless steel dapat
ditentukan dengan mengukur suhu yang diperlukan untuk menghasilkan pitting
(pitting suhu kritis) dalam larutan uji standar seperti besi klorida
6%. Stainless steel duplex 2205 memiliki suhu kritis pitting (CPT) di
antara tipe 316 L dan Super austenitik stainless steel 6% Mo. Perlu
dicatat bahwa pengukuran CPTs dalam larutan klorida memberikan peringkat yang
dapat diandalkan dari ketahanan pitting klorida relatif, tetapi seharusnya
tidak digunakan untuk memprediksi suhu pitting kritis dalam lingkungan
bantalan-klorida lainnya (Fritz, 2011).
Pada suhu di atas 150oF (60oC) kombinasi dari tegangan tarik dan klorida dapat
dengan mudah memecahkan kelas 316L. Mode katastropik serangan disebut korosi
stres retak klorida dan harus dipertimbangkan ketika memilih bahan untuk proses
stream panas. 316L tipe yang harus dihindari untuk aplikasi yang
melibatkan klorida dan suhu 150oF dan lebih
tinggi. 2205 duplex stainless steel tahan SCC (Stress Corrosion Cracking)
dalam larutan garam sederhana sampai dengan suhu minimal 250 F (Fritz, 2011).
Perbandingan properti mekanik antara stainless
steel duplex 2205 dengan austenit 316L:
2.3
Dampak Dari Terjadinya Korosi
Karatan adalah istilah yang
diberikan masyarakat terhadap logam yang mengalami kerusakan berbentuk keropos.
Sedangkan bagian logam yang rusak dan berwarna hitam kecoklatan pada baja
disebut Karat. Secara teoritis karat adalah istilah yang diberikan terhadap
satu jenis logam saja yaitu baja, sedangkan secara umum istilah karat lebih
tepat disebut korosi. Korosi didefenisikan sebagai degradasi material
(khususnya logam dan paduannya) atau sifatnya akibat berinteraksi dengan
lingkungannya.
Korosi merupakan proses
atau reaksi elektrokimia yang bersifat alamiah dan berlangsung dengan
sendirinya, oleh karena itu korosi tidak dapat dicegah atau dihentikan sama
sekali. Korosi hanya bisa dikendalikan atau diperlambat lajunya sehingga
memperlambat proses perusakannya.
Dilihat dari aspek
elektrokimia, korosi merupakan proses terjadinya transfer elektron dari logam
ke lingkungannya. Logam berlaku sebagai sel yang memberikan elektron (anoda) dan
lingkungannya sebagai penerima elektron (katoda). Reaksi yang terjadi pada
logam yang mengalami korosi adalah reaksi oksidasi, dimana atom-atom logam
larut kelingkungannya menjadi ion-ion dengan melepaskan elektron pada logam
tersebut. Sedangkan dari katoda terjadi reaksi, dimana ion-ion dari lingkungan
mendekati logam dan menangkap elektron- elektron yang tertinggal pada logam.
Dampak yang ditimbulkan
korosi sungguh luar biasa. Berdasarkan pengalaman pada tahun-tahun sebelumnya,
Amerika Serikat mengalokasikan biaya pengendalian korosi sebesar 80 hingga 126
milyar dollar per tahun. Di Indonesia, dua puluh tahun lalu saja biaya yang
ditimbulkan akibat korosi dalam bidang indusri mencapai 5 trilyun rupiah. Nilai
tersebut memberi gambaran kepada kita betapa besarnya dampak yang ditimbulkan
korosi dan nilai ini semakin meningkat setiap tahunnya karena belum
terlaksananya pengendalian korosi secara baik bidang indusri. Dampak yang
ditimbulkan korosi dapat berupa kerugian langsung dan kerugian tidak langsung. Kerugian
langsung adalah berupa terjadinya kerusakan pada peralatan, permesinan atau
stuktur bangunan. Sedangkan kerugian tidak langsung berupa terhentinya
aktifitas produksi karena terjadinya penggantian peralatan yang rusak akibat
korosi, terjadinya kehilangan produk akibat adanya kerusakan pada kontainer,
tanki bahan bakar atau jaringan pemipaan air bersih atau minyak mentah,
terakumulasinya produk korosi pada alat penukar panas dan jaringan pemipaannya
akan menurunkan efisiensi perpindahan panasnya, dan lain sebagainya.
Dampak negatif yang ditimbulkan oleh korosi
diantaranya adalah:
1. Adanya kerugian teknis dan depresiasi
2. menurunnya efisiensi
3. menurunnya kekuatan konstruksi
4. Apperance yang buruk
5.karat merupakan polusi dan menambah biaya maintenance
2. menurunnya efisiensi
3. menurunnya kekuatan konstruksi
4. Apperance yang buruk
5.karat merupakan polusi dan menambah biaya maintenance
selain menimbulkan kerugian korosi
juga menguntungkan diantaranya adalah adanya pabrik cat (coating), adanya
pekerjaan cathodic protection.
Untuk memilih material
agar dampak negatif dari korosi dapat dikurangi dijelaskan sebagai berikut:
1. Ketahanan korosi,
yang dimaksud disini adalah tingkat kemungkinan bertahannya material di
lingkungan yang korosif
2. Availibility,
faktor ketersediaan. Material dengan jumlah ketersediaan yang terbatas akan
menimbulkan kesulitan dalam hal kapasitas produksi
3. Cost, Dalam memilih
material diusahakan agar biaya material bisa ditekan sekecil mungkin
4. Strength, Apabila
kekuatan material tidak bisa dipenuhi maka material yang telah dipilih tidak
dapat dipakai
5.Appearance, sifat
material akan bertambah signifikan jika dipergunakan untuk memproduksi barang –
barang yang bersifat eksotis
6. Producibilitas,
perlu dianalisa bisa tidaknya dibuat sesuai fungsi barang yang akan dibuat
2.4 Bakteri Penyebab Korosi
Fenomena korosi yang
terjadi dapat disebabkan adanya keberadaan dari bakteri. Jenis-jenis bakteri
yang berkembang yaitu :
1. Bakteri reduksi sulfat
Bakteri ini merupakan bakteri jenis anaerob membutuhkan lingkungan bebas oksigen atau lingkungan reduksi, bakteri ini bersirkulasi di dalam air aerasi termasuk larutan klorin dan oksidiser lainnya, hingga mencapai kondisi ideal untuk mendukung metabolisme. Bakteri ini tumbuh pada oksigen rendah. Bakteri ini tumbuh pada daerah-daerah kanal, pelabuhan, daerah air tenang tergantung pada lingkungannya.
Bakteri ini merupakan bakteri jenis anaerob membutuhkan lingkungan bebas oksigen atau lingkungan reduksi, bakteri ini bersirkulasi di dalam air aerasi termasuk larutan klorin dan oksidiser lainnya, hingga mencapai kondisi ideal untuk mendukung metabolisme. Bakteri ini tumbuh pada oksigen rendah. Bakteri ini tumbuh pada daerah-daerah kanal, pelabuhan, daerah air tenang tergantung pada lingkungannya.
Bakteri ini mereduksi
sulfat menjadi sulfit, biasanya terlihat dari meningkatnya kadar H2S atau Besi
sulfida.Tidak adanya sulfat, beberapa turunan dapat berfungsi sebagai fermenter
menggunakan campuran organik seperti pyruvnate untuk memproduksi asetat,
hidrogen dan CO2, banyak bakteri jenis ini berisi enzim hidrogenase yang
mengkonsumsi hidrogen.
2. Bakteri
oksidasi sulfur-sulfida
Bakteri jenis ini merupakan
bakteri aerob yang mendapatkan energi dari oksidasi sulfit atau sulfur.
Bebarapa tipe bakteri aerob dapat teroksidasi sulfur menjadi asam sulfurik dan
nilai pH menjadi 1. bakteriThiobaccilus umumnya ditemukan di deposit mineral
dan menyebabkan drainase tambang menjadi asam.
3. Bakteri besi mangan oksida
Bakteri memperoleh energi dari osidasi Fe2+ Fe3+ dimana deposit berhubungan dengan bakteri korosi. Bakteri ini hampir selalu ditemukan di Tubercle (gundukan Hemispherikal berlainan ) di atas lubang pit pada permukaan baja. Umumnya oksidaser besi ditemukan di lingkungan dengan filamen yang panjang.
Bakteri memperoleh energi dari osidasi Fe2+ Fe3+ dimana deposit berhubungan dengan bakteri korosi. Bakteri ini hampir selalu ditemukan di Tubercle (gundukan Hemispherikal berlainan ) di atas lubang pit pada permukaan baja. Umumnya oksidaser besi ditemukan di lingkungan dengan filamen yang panjang.
2.5 Cara Mencegah
Terjadinya Korosi
Pencegahan korosi didasarkan pada dua prinsip
berikut :
1. Mencegah kontak dengan oksigen dan/atau air
Korosi besi memerlukan oksigen dan air. Bila
salah satu tidak ada, maka peristiwa korosi tidak dapat terjadi. Korosi
dapat dicegah dengan melapisi besi dengan cat, oli, logam lain yang tahan
korosi (logam yang lebih aktif seperti seg dan krom). Penggunaan logam
lain yang kurang aktif (timah dan tembaga) sebagai pelapis pada kaleng
bertujuan agar kaleng cepat hancur di tanah. Timah atau tembaga bersifat
mampercepat proses korosi.
2. Perlindungan katoda (pengorbanan anoda)
Besi yang dilapisi atau dihubugkan dengan logam
lain yang lebih aktif akan membentuk sel elektrokimia dengan besi sebagai
katoda. Di sini, besi berfungsi hanya sebagai tempat terjadinya reduksi
oksigen. Logam lain berperan sebagai anoda, dan mengalami reaksi
oksidasi. Dalam hal ini besi, sebagai katoda, terlindungi oleh logam lain
(sebagai anoda, dikorbankan). Besi akan aman terlindungi selama logam
pelindungnya masih ada / belum habis. Untuk perlindungan katoda pada
sistem jaringan pipa bawah tanah lazim digunakan logam magnesium, Mg.
Logam ini secara berkala harus dikontrol dan diganti.
3. Membuat
alloy atau paduan logam yang bersifat tahan karat, misalnya besi dicampur
dengan logam Ni dan Cr menjadi baja stainless (72% Fe, 19%Cr, 9%Ni).
BAB III
PERMASALAHAN
3.1 Korosi Pada Besi Baja Pondasi
Bangunan
Korosi yang terjadi pada
baja tulangan adalah korosi seragam atau biasa disebut uniform
corrosion. Korosi memang hanyalah fenomena dipermukaan material,
tetapi jika korosi telah terjadi dalam waktu yang lama dan tidak ditangani
dengan baik maka fenomena korosi yang terjadi dipermukaan material akan masuk
lebih dalam dan bisa menimbulkan craking pada material, hal
ini tentu saja sangat merugikan, baja yang seharusnya dapat menahan beban yang
berat.
Gambar. korosi cracking
yang terjadi pada besi pondasi bangunan
Sering kita melihat beton yang berwarna kuning kemerahan seperti berkarat, tetapi jarang orang memikirkan apa yang sebenarnya terjadi. Hal ini bisa saja disebabkan oleh struktur baja yang terdapat didalam bangunan terkorosi.
3.2 Penyebab Korosi Pada Besi Baja Pondasi Bangunan
Setiap konstruksi setelah
dibangun harus dilakukan evaluasi secara terus menerus untuk menentukan kinerja
bangunan. Ambruknya suatu infrastruktur, seperti jembatan, jalan layang,
dermaga dan lain-lain, secara tiba-tiba sering kali membawa korban manusia dan
kerugian finansial yang sangat besar. Hal ini merupakan bagian dari tugas
pemilik bersama pihak yang berkepentingan untuk menjamin keselamatan masyarakat
umum sebagai pengguna. Salah satu penyebab kerusakan bangunan dilingkungan laut
adalah korosi pada besi pondasi bangunan.
Secara umum, besi baja didalam beton tidak akan
terkorosi, karena beton pada umumnya memiliki PH tinggi (sekitar 12.5), Sifat
PH tinggi atau basa / alkali pada beton terjadi saat semen tercampur dengan
air. Karena sifat alkali ini, dipermukaan baja dalam beton terbentuk sebuah
lapisan pasif yang menyebabkan baja terlindung dari pengaruh luar. Baja baru
bisa terkorosi bila lapisan pasif ini rusak (PH Beton turun), yang biasanya
disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut :
1. Karbonasi (carbonation)
Proses karbonasi terjadi
karena adanya interaksi dari karbon dioksida (CO2) di udara bebas / atmosfer
dengan ion hidroksida didalam beton. Hasil dari interaksi tersebut menyebabkan
PH beton turun (< 9) dan ini mengakibatkan penurunan
ketahanan dari lapisan pasif di permukaan baja tulangan.
2. Klorida (Chlorides)
2. Klorida (Chlorides)
Ion klorida mempunyai
kemampuan untuk penetrasi kedalam beton dan merusak lapisan pasif dipermukaan
baja dan logam. Ion klorida bisa berasal dari lingkungan eksternal, misalnya
air laut atau proses hyrolysis auto katalisis dari bahan
logam itu sendiri yang menyebabkan baja terkorosi.
3. Garam Magnesium (Magnesium Salts)
3. Garam Magnesium (Magnesium Salts)
Karena pada laut mengandung
3200 ppm bahan setara MgCl2, hal ini sudah cukup untuk melemahkan Portland
Cement Hydrates dari serangan ion Mg. Hasil reaksinya akan menyebabkan
kehilangan material (material loss) dan dapat melunakkan beton (soft).
4.Serangan Sulfat (sulphate attack)
Sulfat alami (natural
sulphate) dan bahan polutan dari dalam tanah atau air laut dapat menyebabkan
serangan Sulfat kedalam beton. Ion sulfat dari air laut akan bereaksi dengan
hydrates dari portland cement yang dapat menyebabkan penurunan mutu beton,
membuat beton menjadi lemah / lunak dan rapuh (brittle).
5.Serangan Asam oleh Bakteri
Pada bak tempat penampungan
minyak mentah, struktur bawah dari bangunan offshore, pada daerah pantai yang
air lautnya diam dan suhunya cenderung tetap (Oil Well 70-80 °C) atau (45-50
°C) akan berpotensi menumbuhkan mikroba aktif yang menghasilkan karbon dioksida
serta dapat menurunkan PH air. Hal ini akan berpotensi menyebabkan proses
korosi pada struktur beton, baja maupun bahan logam yang terdapat pada daerah
tersebut.
Pada korosi jenis ini,
kerusakan terjadi pada besi baja di dalam beton. Ini disebabkan karena besi
baja di dalam beton bereaksi dengan air dan membentuk karat. Karat yang
terbentuk pada besi baja ini mengakibatkan pengembangan volume besi tulangan
tersebut. Pengembangan volume ini kemudian mendesak beton sehingga beton
tersebut retak, terkelupas atau pecah, sehingga daya dukung dan dimensi beton
menjadi berkurang.
3.3 Proses Terjadinya Korosi
Korosi yang tetrjadi pada
baja baja pondasi bangunan bisa terjadi karena beberapa hal, diantaranya adalah
sebagai berikut:
1. Besi baja yang akan digunakan untuk
struktur bangunan tidak diproteksi.
2. Adanya air
dari hasil sisa-sisa reaksi antara air dan semen.
3. Tembok atau beton yang menggunakan besi
baja tidak kedap air.
Jika besi baja pondasi yang akan digunakan untuk struktur bangunan
tidak diproteksi, akan menimbulkan resiko korosi pada besi baja tersebut. Ada
berbagai cara untuk terjadi korosi pada baja tulangan. Air dapat masuk ke
dalam beton dan sampai ke tulangan melalui 2 cara, melalui air yang masuk dari
luar atau uap air di udara melalui pori-pori beton karena beton tidak kedap
air. Bila ada sisa-sisa air yang tidak ikut tereaksikan pada saat pencampuran
semen dengan air. Air yang tertinggal bisa mengenai baja tulangan dan akan
menyebabkan korosi pada baja tulangan yang tidak diproteksi karena unsur-unsur
yang ada pada air akan bereaksi dengan baja yang akan menyebabkan baja menjadi
terkorosi.
Gambar. Mekanisme
terjadinya korosi
Tembok atau beton yang menggunakan
struktur besi baja yang tidak kedap air juga dapat menimbulkan korosi pada besi
baja, hal ini memungkinkan air yang ada diluar tembok atau tergenang di atas
tembok dapat masuk kedalam tembok atau beton, setelah air sampai di daerah besi
baja maka besi baja akan bereaksi dengan air yang masuk dari luar tembok dan
akan menghasilkan proses korosi.
Korosi yang terjadi pada
besi baja bisa menimbulkan cracking pada tembok atau beton,
hal ini dikarenakan adanya seolah-olah penebalan pada permukaan baja tulangan
akibat adanya produk korosi yang berupa oksida. Pada saat terjadi penebalan
ini, pada tingkatan yang parah tembok atau beton tidak akan sanggup menahan
laju penebalan ini sehingga terjadilah cracking pada
paermukaan tembok atau beton.
3.4 Pencegahan Korosi pada Baja
Tulangan.
1.
Pengecatan. Jembatan, pagar, dan railing biasanya dicat. Cat menghindarkan
kontak dengan udara dan air. Cat yang mengandung timbel dan zink (seng) akan
lebih baik, karena keduanya melindungi besi terhadap korosi.
1.
Tin Plating (pelapisan dengan timah).
Kaleng-kaleng kemasan terbuat dari besi yang dilapisi dengan timah. Pelapisan
dilakukan secara elektrolisis, yang disebut tin plating. Timah
tergolong logam yang tahan karat. Akan tetapi, lapisan timah hanya melindungi
besi selama lapisan itu utuh (tanpa cacat). Apabila lapisan timah ada yang
rusak, misalnya tergores, maka timah justru mendorong/mempercepat korosi besi.
Hal itu terjadi karena potensial reduksi besi lebih negatif daripada timah.
Oleh karena itu, besi yang dilapisi dengan timah akan membentuk suatu sel
elektrokimia dengan besi sebagai anode. Dengan demikian, timah mendorong korosi
besi. Akan tetapi hal ini justru yang diharapkan, sehingga kaleng-kaleng bekas
cepat hancur.
2.
Galvanisasi (pelapisan dengan Zink). Pipa besi, tiang telepon dan
berbagai barang lain dilapisi dengan zink. Berbeda dengan timah, zink dapat
melindungi besi dari korosi sekalipun lapisannya tidak utuh. Hal ini terjadi
karena suatu mekanisme yang disebut perlindungan katode. Oleh
karena potensial reduksi besi lebih positif daripada zink, maka besi yang
kontak dengan zink akan membentuk sel elektrokimia dengan besi sebagai katode.
Dengan demikian besi terlindungi dan zink yang mengalami oksidasi (berkarat).
Badan mobil-mobil baru pada umumnya telah digalvanisasi, sehingga tahan karat.
3.
Cromium Plating (pelapisan dengan kromium). Besi
atau baja juga dapat dilapisi dengan kromium untuk memberi lapisan pelindung
yang mengkilap, misalnya untuk bumper mobil. Cromium plating juga
dilakukan dengan elektrolisis. Sama seperti zink, kromium dapat memberi
perlindungan sekalipun lapisan kromium itu ada yang rusak.
4. Sacrificial Protection (pengorbanan
anode). Magnesium adalah logam yang jauh lebih aktif (berarti lebih mudah
berkarat) daripada besi. Jika logam magnesium dikontakkan dengan besi, maka
magnesium itu akan berkarat tetapi besi tidak. Cara ini digunakan untuk melindungi pipa baja yang
ditanam dalam tanah atau badan kapal laut. Secara periodik, batang magnesium
harus diganti.
BAB IV
KESIMPULAN